SUBYEK HUKUM KONTRAK KOMERSIAL INTERNASIONAL
Subyek hukum
ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari,
yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu
bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan
hukum (perusahaan, organisasi, institusi) Yang dimaksud dengan subyek hukum
dalam kontrak komersial internasional adalah para pihak yang membuat dan
menandatangani suatu kontrak komersial internasional dalam bentuk tertulis.
Para pihak oleh hukum lazimnya di
bagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu[1]:
1. Perorangan; dan
2. Badan usaha.
Badan usaha sendiri pun dibagi 2
(dua), yaitu:[2]
1. Badan usaha yang berbadan hukum;
dan
2. Badan usaha yang tidak berbadan
hukum (bukan badan hukum).
Adapun para
pihak atau subyek hukum yang dapat menandatangani suatu kontrak adalah para
pihak yang mampu menanggung hak dan kewajibannya di depan hukum. Dari batasan
ini, maka subyek hukum yang dapat menandatagani kontrak komersial internasional
adalah:
- Individu
- Badan Hukum
- Organisasi Internasional
- Negara
Uraian berikut akan menganalisa
tentang keempat subyek hukum tersebut
1. Individu/Perorangan
Pada
dasarnya manusia pada hidupnya adalah merupakan perorangan, dan orang merupakan
subyek hukum. Dan sejak dilahirkan manusia telah memperoleh hak dan kewajiban,
dan pada waktu meninggal dunia, hak dan kewajiban tersebut akan diwariskan pada
ahli warisnya.
Individual atau perusahaan adalah
pelaku utama dalam perdagangan Internasional. Adalah individu yang pada
akhirnya akan terikat oleh aturan-aturan hukum perdagangan internasional. Selain
itu, aturan-aturan hukum yang dibentuk oleh negara memiliki tujuan untuk
memfasilitasi perdagangan internasional yang dilakukan individu.[3]
Dibanding dengan negara atau
organisasi internasional, status individu dalam hukum perdagangan internasional
tidaklah terlalu penting. Biasanya individu dipandang sebagai subyek hukum
dengan sifat hukum perdata (legal persons of a private law nature)[4]
Individu itu sendiri hanya (akan)
terikat oleh ketentuanketentuan hukum nasional yang negaranya buat. Karena itu
individu tunduk pada hukum nasionalnya (tidak pada aturan hukum perdagangan
internasional). Dia pun hanya dapat mempertahankan hak dan kewajibannya yang
berasal dari hukum nasionalnya tersebut di hadapan badan-badan peradilan
nasional.[5]
Dalam subyek
hukum individu/perorangan terbagi menjadi 2 bagian yaitu Perorangan dan Usaha
Perorangan. Perorangan adalah setiap orang yang dalam melakukan perbuatan hukum
bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri, sedangkan usaha perorangan dalam
melakukan perbuatan hukum ia diwakili oleh pemiliknya, yang hanya seorang
bertindak, baik untuk dan atas namanya sendiri, juga untuk dan atas nama
usahanya.
Pada dasarnya
antara perorangan dengan usaha perorangan tidak terdapat perbedaan, karena
keduanya tidak ada pemisahan harta kekayaan, artinya, harta kekayaan pribadi
juga merupakan harta kekayaan usahanya, demikian sebaliknya, harta kekayaan
usahanya juga merupakan harta pribadi pemiliknya. Contoh-contoh usaha
perorangan yang lazim dipergunakan orang adalah Usaha Dagang (UD) atau
Perusahaan Dagang (PD).[6]
Pada dasarnya
manusia mempunyai hak sejak dalam kandungan,[7] namun tidak semua manusia mempunyai
kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
2. Badan Hukum
Badan
hukum adalah subjek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang
diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi[8].
Menurut ketentuan pasal 1653 BW ada tiga macam badan hukum berdasarkan
eksistensinya, yaitu:
- Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa), seperti badan-badan pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara.
- Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa), seperti perseroan terbatas, koperasi.
- Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat ideal, seperti yayasan (pendidikan, sosial, keagamaan, dan lain-lain)[9]
3. Organisasi Internasional
Organisasi
Internasional sebagai subyek hukum internasional sekarang tidak diragukan lagi,
Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan kewajiban yang
ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam
anggaran dasarnya. Berdasarkan kenyataan ini sebenarnya sudah dapat dikatakan
bahwa PBB dan Organisasi Internasional semacamnya merupakan subyek hukum
internasional, setidak-tidaknya menurut hukum internasional khusus yang
bersumberkan konvensi internasional tadi.[10]
Organisasi
Internasional adalah salah satu pelaku dagang. Tranksaksi-tranksaksi mereka tertuang
dalam kontrak-kontrak dagang internasional yang ditandatangani para pihak, dan
jarang sekali kontrak-kontrak seperti ini dipublikasikan luas dibandingkan
misalnya dengan kontrak yang dilakukan oleh negara atau perusahaan besar.[11]
Meskipun demikian sebenarnya kontrak-kontrak pengadaan barang dan jasa
Organisasi Internasional memiliki potensi yang cukup besar, nilai yang terkait
didalamnya cukup tinggi. PBB misalnya, setiap tahun organisasi dunia ini
mengeluarkan dana lebih dari 4,6 Miliar Dolar AS.[12]
Dalam mendirikan suatu organisasi
internasional perlu dibentuk suatu dasar hukum yang biasanya adalah perjanjian internasional.
Dalam perjanjian inilah termuat tujuan, fungsi, dan struktur organisasi
perdagangan internasional yang bersangkutan.
4.
Negara
Negara
adalah subyek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah demikian
halnya sejak lahirnya hukum internasional[13].
Bahkan hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu
pada hakekatnya adalah hukum antar negara[14].
Dalam dunia komersial dan
perdagangan internasional negara merupakan subyek hukum yang paling penting,
dan paling sempurna. Karena negara satu-satunya subyek hukum yang memiliki
kedaulatan. Berdasarkan
kedaulatan ini, negara memiliki wewenang untuk menentukan dan mengatur segala
sesuatu yang masuk dan keluar dari wilayahnya.[15]
Booysen menggambarkan kedaulatan negara ini sebagai
berikut:
“... a state can absolutely determine whether anything from outside the
state. The state would also have the power to determine the conditions on which
the goods may be imported into the state or exported to another country. Every
state would have the power to regulate arbitrarily the conditions of trade.”[16]
Dengan
atribut kedaulatannya ini, negara antara lain berwenang membuat hukum (regulator)
yang mengikat segala subyek hukum lainnya (yaitu individu, perusahaan),
mengikat benda dan peristiwa hukum yang terjadi di dalam wilayahnya, termasuk perdagangan,
di wilayahnya.[17]
Dalam
kaitanya dengan kontrak internasional negara berperan sebagai subyek hukum dan
posisinya adalah sebagai pedagang. Dalam posisinya ini, negara adalah salah
satu pelaku utama dalam perdagangan internasional. Dalam melaksanakan fungsinya
ini, tidak jarang negara membuat badan-badan hukum milik negara. Di tanah air
misalnya, untuk mengelola teknologi telekomunikasi negara mendirikan Telkom,
Untuk mengelola sumber daya air untuk kepentingan rakyat negara mendirikan perusahaan
air minum, dst., negara dengan perusahaan negaranya mengadakan transaksi dagang
dengan negara lainnya. Negara memiliki berbagai sumber daya alam, pertanian, perkebunan,
pertambangan, dll. Bahan-bahan alam ini disamping dikelola untuk kebutuhan di
dalam negeri juga diperdagangkan (dijual) ke subyek hukum lainnya yang memerlukannya.
[3] Hercules Boosen, International
Trade Law on Goods and Services, Pretoria: Interlegal, 1999, h. 2. Dikutip dari Huala Adolf. Makalah
Hukum Perdagangan Internasional Prinsip-Prinsip dan Konsepsi Dasar. h. 12, http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/padresources /1/20HUKUM/20PERDAGANGAN20INTERNASIONAL/20Prinsip-prinsip/20dan/ 20Konsepsi/20 Dasar.PDF diakses pada tanggal 20 November 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar