Selasa, 05 Mei 2015

DEFINISI MEDIASI DALAM SENGKETA KONSUMEN



DEFINISI MEDIASI DALAM SENGKETA KONSUMEN

Di dalam menyelesaikan sengketa konsumen terdapat berbagai cara untuk menyelesaikanya, salah satunya adalah dengan Mediasi
Moore mendefinisikan mediasi adalah sebagai berikut :[1]
the intervention in a negotiation or a conflict of an acceptable third party who has limited or no authoritative decision-making power but who assist the involved parties in voluntary reaching a mutually acceptable settlement of issue in dispute.”
 Kovach mendefinisikanya sebagai berikut :[2]
Facilitated negotiation. It process by which a neutral third party. The mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction solution.
Dari rumusan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian tentang mediasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut :[3]
1.        Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
2.        Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3.        Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4.        Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung

Sedangkan ketentuan mengenai mediasi yang diatur dalam pasal 6 ayat (3) UU No. 30 / 1999 adalah merupakan suatu kesepakatan tetulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator.
Mediasi, dari pengertian yang diberikan diatas, jelas melibatkan keberadaan pihak ketiga (baik perorangan maupun dalam bentuk suatu lembaga independen) yang bersifat netral dan tidak memihak, yang akan berfungsi sebagai mediator. Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak dan ditunjuk oleh para pihak (secara langsung maupun melalui lembaga mediasi), mediator berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Walaupun demikian ada suatu pola umum yang dapat diikuti dan pada umumnya dijalankan oleh mediator dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. Sebagai suatu pihak diluar perkara, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator ini berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak. Berdasarkan pada informasi yang diperoleh, baru kemudian mediator dapat menentukan duduk perkara, kekurangan dan kelebihan masing-masing pihak yang bersengketa, dan selanjutnya mencoba untuk menyusun proposal penyelesaian, yang kemudian dikomunikasikan kepada para pihak secara langsung. Mediator harus mampu menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif bagi terciptanya kompromi diantara kedua belah pihak yang bersengketa untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan (wi-win).
Raiffa melihat peran mediator sebagai sebuah garis rentang dari sisi peran yang terlemah hingga sisi peran yang terkuat.[4] Sisi atau peran terlemah adalah apabila mediator hanya melaksanakan peran sebagai berikut :[5]
1.      Penyelenggara pertemuan
2.      Pemimpin diskusi yang netral
3.      Pemelihara atuau penjaga aturan perundingan agar
4.      berlangsung berabad
5.      Pengendali emosi para pihak.
6.      Pendorong pihak / perunding yang kurang mampu atau segan mengemukakan pandanganya.
Peran mediator menjadi peran kuat jika bertindak, sebagai berikut :
1.      Mempersiapkan dan membuat notulen perundingan
2.      Merumuskan titik temu / kesepakatan para pihak
3.  Membantu para pihak agar menyadari bahwa sengketa bukan sebuah pertarungan untuk dimenangkan, melainkan diselesaikan.
4.      Menyusun dan mengusulkan alternatif pemecahan masalah.
5.      Membantu para pihak menganalisis alternatif pemecahan masalah.
Seorang mediator senantiasa bersifat netral yaitu disamping tidak memperlihatkan keberpihakan juga diartikan sebagai tidak memiliki kepentingan terhadap hasil akhir atau kesepakatan yang diharapkan dihasilkan melalui proses mediasi. Akan tetapi, karena mediasi dipraktekan dalam berbagai bidang sengketa yakni dalam bidang hukum keluarga, hukum perdata internasional dan huku publik nasional dan huku internasional publik maka akan terdapat berbagai bentuk-bentuk mediator yang tidak sepenuhnya memenuhi kriteria netral dalam arti mediator tidak memiliki kepentingan terhadap hasil akhir. Praktisi mediasi Kovach Moore membagi mediasi dalam 3 bentuk, yaitu :[6]
1. Social Network Mediators (Mediator Hubungan Sosial)
Sebuah jalinan atau hubungan sosial yang ada atau tengah berlangsung, biasanya ditandai oleh ikatan emosional yang dikenal oleh para pihak mampu membantu menyelesaikan sengketa dan dapat dipercaya untuk menengahi suatu perselihan, biasanya tokoh masyarakat atu tokoh agama. Mediasi tipe ini lebih pada sebgai suatu upaya untuk mempertahankan keserasian dan hubungan baik dalam komunitas sosial, karena mediator dan pihak yang berselisih sama-sama hidup ditengah-tengah komunitas yang sama. Di lingkungan masyarakat Indonesia misalnya Penghulu Adat dalm masyarakat Minangkabau dan Ulama dipedalaman Masyarakat Jawa.
Ciri-ciri Mediator jenis ini adalah :
1.      Hubungan masa lalu dan masa depan antar para pihak diharapkan menyatu dalam hubungan sosial.
2.      Tidak harus tidak berpihak tetapi harus berlaku adil
3.      Seringkali terlibat dalam implementasi kesepakatan
4.      Umumnya memiliki hubungan dengan para pihak
5.      Dapat menggunakan pengaruh atau wibawa untuk mendorong kesepakatan.
2. Authoritatif Mediators
Mereka-mereka yang membantu para pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikanj perbedaan-perbadaan dan mediator sesungguhnya mempunyai kapasitas atau potensi untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses mediasi, akan tetapi seorang mediator authoritative tidak menggunakan kewenanganya dalam suatu mediasi melainkan hanya didasarkan pada keyakinan pandanganya. Mediator authoritative tetap percaya bahwa pemecahan masalah bukan tergantung pada dirinya tetapi pada pihak yang bersengketa dan dalam situasi tertentu dapat memberi batasan dalam mencari penyelesaian. Mediator authoritative mungkin juaga memberikan semacam ancaman kepada para pihak, jika para pihak sendiri tidak dapat menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan kolaboratif dan kooperatif, maka si mediator authoritatiflah yang akan akhirnya membuat keputusan untuk penyelesaian yang harus diterima oleh para pihak.; Mediator Authoritatif dibedakan menjadi tiga yaitu :
a. Mediator Benevolent
-          Dapat memiliki atau tidak memiliki hubungan dengan para pihak
-          Mencari penyelesaian terbaik bagi para pihak
-          Mungkin memiliki sumber daya untuk membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan.
b. Mediator Administratif/Managerial
-          Memiliki hubungan otoritatif (kewenangan) dengan para pihak sebelum dan sesudah sengketa berakhir
-          Mencari penyelesaian dalam lingkup ukuran mandat dan kewenanganya
-          Membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan
-          Mungkin memiliki kewenangan untuk membuat keputusan.
c. Mediator Vested Interest
-          Memiliki hubungan dengan para pihak dan diharapkan memiliki hubungan di masa datang
-          Memiliki kepentingan yang kuat terhadap hasil akhir kesepakatan
-          Membantu pemantauan dan implementasi kesepakatan
-          Dapat atau mungkin menggunakan tekanan agar para pihak mencapai kesepakatan.
3. Independent Mediators
Mediator mandiri adalah peran yang menjga para pihak maupun dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh para pihak. Mediator ini banyak ditemukan dalam budaya masyarakat yang lebih mengembangkan kemandirian dan menghasilkan mediator profesional. Mediator ini sebelumnya tidak mempunyai hubungan sosial tertentu dan tidak memiliki kepentingan terhadap hasil kesepakatan. Biasanya lebih mengandalkan pada profesionalitas dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Ciri-ciri mediator ini adalah :
1.      Netral dan tidak memihak mengenai hubungan dan hasil
2.      Melayani para pihak
3.      Mencari penyelesaian tidak bersifat paksaan, tetapi berdasarkan kesukarelaan dan dapat diterima oleh para pihak
4.      Mungkin dilibatkan dalam pemantauan dan implementasi hasil kesepakatan
5.      Sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk memaksakan sebuah kesepakatan.
Jadi secara garis besar kedudukan dan peran mediator independent adalah sebagai berikut:
1.      Berada di tengah para pihak (to go between or to be in middle)
2.      Mengisolasi proses mediasi
3.      Mediator tidak berperan sebagai hakim
4.      Hasil kesepakatan dirumuskan dalam bentuk kompromis
Mediasi merupakan salah satu pendekatan penyelesaian sengketa di luar sidang pengadilan yang kemudian dikenal istilah ADR (alternatif dispute resolution).
Disamping itu dikenal istilah negoisasi dan arbitrase. Kesemua penyelesaian sengketa ini bukan merupakan cara yang baru muncul dan dikenal dalam lapangan hukum karena dalam masyarakat cara-cara semacam ini sudah ada sebelumnya walaupun dalam praktek ada berbagai ragam yang berbeda-beda. Sejalan dengan era industrialisasi yang juga menuntut penyelesaian perselisihan secara efisian dan efektif, ternyata pendekatan semacam inilah yang sangat cocok dibandingkan proses melalui mekanisme peradilan.


[1]  Christopher W Moore. The Mediation Process : Practical Strategies For Resolving Conflict. Jossey-Bass Publisher, San Fransisco. 1996. Dikutip dari Diktat Kuliah M. Zaidun, Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa, Surabaya, 2000
[2]  Kimberlee K. Kovach, Mediation Principle and Practice. Hlm. 16. Dikutip dari Diktat Kuliah M. Zaidun, Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa, Surabaya, 2000
[3]  Suyud Margono, ADR & Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, hlm. 59
[4]  Howard Raiffa, Op. Cit., hlm. 218. Dikutip dari : Suyud Margono, ADR & Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, hlm. 59
[5] Suyud Margono, ADR & Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, hlm. 59-60.
[6]  Basuki, Kuliah Umum Mediasi

Tidak ada komentar: